Monday, August 29, 2016

it's all about you, cygnus

Kamu...

scorpio jantan dari selatan salah satu pulau di nusantara.

Kamu itu...

laki laki sederhana yang dulu hanya menggunakan ponsel usang,sangat rendah hati,tak pernah memikirkan gaya berpakaian,selalu memberikan senyuman manis dikala mendung,yang bahunya selalu dapat menenangkan dikala gundah,yang setiap malam sebelum terbuai dalam mimpi masing-masing selalu menyempatkan diri untuk berbagi kisah walau hanya sebatas lewat setelit telepon,yang selalu menemani menatap langit malam beserta bintang tentunya,yang tak pernah absen mengajak melihat pemandangan,yang berhasil membuat hari yang awalnya putih abu menjadi pelangi .
lelaki yang lebih memilih minuman soda dibandingan tembakau,yang tak pernah menghiraukan seberapa banyak perempuan anggun yang memujanya,laki-laki yang mempunyai mimpi menjadi imam masa depan dengan bintang empat bertengger di lengan nya,laki-laki penyuka makanan pedas dan cukup menyukai sayuran,laki-laki yang cemburuan,manja,posesif namun penyayang,laki-laki yang lebih memilih untuk mengibarkan sangsaka dibandingkan kegiatan olahraga atau kegiatan lainnya.Maka dari itu "everytime i  see you with your white uniform,scarf,hat,and gloves i fall in love with you over again cygnus"

Salahkah Jika Aku Berharap Kamu Kembali?


Aku duduk di kafe tempat pertama kali kita bertemu. Kafe yang kautunjukan untukku sebagai tempat menulis yang menyenangkan di sekitar tempatku dan tempatmu. Di langit Cibinong yang sedang hujan deras, aku meneguk lychee tea yang dingin. Ada kehampaan di sini yang aku rasakan karena tidak ada kamu yang duduk di sampingku. Dan, suara Marcell, tidak menjadi penenang bagiku. Lagu Firasat mengalun di telinga, menjalar ke hatiku, kemudian membuat dadaku sesak.

Aku ingat saat pertama kali bertemu denganmu di sini, setelah puluhan kali kamu memintaku bertemu, dan aku terus menolaknya. Hari itu, kutemukan dirimu yang sedang merokok di dekat meja kasir. Aku menghampirimu dan menyalami tanganmu. Saat itu, mata kita bertemu, dan bolehkah aku mengaku, hari itu-- aku sudah jatuh cinta padamu. Kita berbicara seakan tidak akan pernah kehabisan bahan celotehan. Aku langsung jatuh cinta pada caramu tersenyum, pada suara tawamu, pada caramu memanggil namaku, pada asap rokokmu yang membumbung di udara, dan pada caramu menatapku.

Setelah hari itu, kamu menjelma menjadi pria yang pesannya selalu aku tunggu. Aku menunggu kesibukanmu usai agar malam hari kita bisa berkomunikasi, agar bisa kudengar suaramu dari ujung telepon, dan agar rasa rindu yang penuh di dadaku bisa sedikit mengecil atau mereda. Tapi, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak merindukanmu. Rasa itu semakin membungkamku ketika aku harus mengisi workshop penulisan novel di Bangkalan, Madura. Kamu terus memantauku di tengah kesibukanmu. Kamu mengirimku sebuah nyanyian melalui voice note. Meskipun saat itu berada sangat jauh denganmu, namun kurasakan napas dan dirimu selalu mengikutiku.

Sepulang dari Bangkalan, Madura, kita memutuskan untuk kembali bertemu pada pertemuan kedua. Aku membawa rasa rindu yang menggebu di dadaku, tetapi kamu ternyata membawa kabar buruk untukku. Di tengah rangkul pelukmu yang hangat, kamu akhirnya mengaku bahwa kamu sangat mencintaiku. Dengan anggukan bahagia, aku menatapmu terharu, kamu mengecup keningku. Kebahagiaanku merangkak naik menuju level tertinggi. Beberapa detik kemudian, kamu mulai menceritakan kisah hidupmu, hingga pada kisah bahwa sebenarnya kamu telah memiliki kekasih terlebih dahulu sebelum mengenalku. Tahukah kamu apa yang kurasakan saat itu? Rasanya aku ingin meledak, melepas pelukmu, dan aku merasa marah pada diriku sendiri.

Selama kedekatan kita, kamu memang tidak memberi status hubungan apapun. Aku pun tidak memaksakan agar kita segera memiliki status, tapi mengapa aku marah ketika tahu kamu sudah bersama yang lain? Aku menatap matamu dengan mataku yang berair. Kamu menangkap kesedihan itu dan segera memelukku dengan erat. Namun, mengapa aku tidak bisa melepaskan pelukmu yang erat itu? Peluk yang bukan hakku, peluk yang bukan milikku. Dalam pelukmu, aku menangis sejadi-jadinya. Rasanya sangat tidak adil, aku sedang berada di puncak sangat mencintaimu, dan kenyataan yang kaubicarakan itu benar-benar telah menghancurkan mimpi-mimpi megah yang telah aku bangun.

Aku sudah membayangkan suatu hari akan mengenalkanmu pada ibuku. Aku sudah berharap bisa membawamu serta ke dalam workshop-workshop menulis novel di sekitar Jakarta. Aku sudah membayangkan bahagianya bisa berada dalam status hubungan yang spesial bersamamu. Aku membayangkan setiap hari berpeluk denganmu di tengah kesibukan kita berdua. Kamu sudah membuatku terbiasa dengan pelukmu, dengan hangatnya kecupmu, dengan rasa humoris yang selalu kautunjukan padaku, dengan keliaran menyenangkan yang hanya kita ketahui berdua, dengan segala hal bodoh yang membuat aku bisa menjadi diriku sendiri ketika bersamamu, namun mengapa kaujustru pergi ketika kamu telah membuatku sangat terbiasa pada kebahagiaan akan hadirmu?

Hingga hari ini, aku masih merasa semua tidak adil. Kamu bilang kamu sangat mencintaiku, tapi semalam kamu menginginkan hubungan kita segera berakhir. Dengan alasan kamu tidak ingin membohongiku dan menyakitiku terlalu jauh. Tapi, sebagai yang bukan siapa-siapa, memang aku tidak berhak melarang apa-apa. Bagaimana mungkin aku begitu mudah terjebak pada segala perlakuan manismu, ketika aku pada akhirnya tahu-- kamu sudah lebih dulu memiliki kekasih yang lain. 

Andai kautahu, aku masih mencintaimu sedalam ketika kita pertama kali bertemu. Aku masih mencintaimu, sekuat ketika pertama kali kamu mengecup keningku. Aku masih mencintaimu, semagis ketika pertama kali kausebutkan namamu. Aku masih mencintaimu, seperti pertama kali pelukmu benar-benar menghangatkanku. Aku masih mencintaimu, bahkan ketika kamu memilih pergi dari hidupku dengan alasan yang tidak aku pahami sama sekali, dengan alasan klise yang sulit kuterima dengan logika.

Aku merasa sangat kehilangan, meskipun mungkin kamu tidak merasakan apa-apa. Aku merasa takut kehilangan, meskipun kamu bukan milikku. Aku merasa kehilangan, kehilangan harapan yang telah susah payah kubangun untukmu. 

Kembalilah padaku ketika kamu bosan dengan kekasihmu. Aku akan tetap sebodoh itu, mencintaimu tanpa mengemis status dan kejelasan hubungan kita. Kembalilah padaku, jika dia tidak bisa memberikan kebahagiaan dan peluk yang cukup hangat untukmu. Aku akan tetap jadi gadis yang bodoh, yang merindukanmu dalam diam dan kesunyian. Kembalilah padaku, jika kekasihmu tidak bisa menjaga perasaanmu. Karena aku akan tetap di sini, tetap menunggumu di belakang sini, tetap menjadi Dwita yang tolol-- yang menunggu kamu pulang.


Untukmu,
yang tidak akan pernah tahu,
dan tidak akan mau tahu,
siapa yang paling tersiksa,
dalam hubungan ini.

Salahkah Jika Aku Berharap Kamu Kembali?

"Kamu pergi ketika saya sudah sangat nyaman bersamamu. Kamu lari ketika saya sudah sangat mencintamu. Kamu menghilang tanpa bilang-bilang, sementara aku yang terlanjur mencintaimu hanya bisa berharap Tuhan membuatmu sadar. Bahwa di sini, ada aku, yang mendoakanmu tanpa henti." - @dwitasaridwita




Aku duduk di kafe tempat pertama kali kita bertemu. Kafe yang kautunjukan untukku sebagai tempat menulis yang menyenangkan di sekitar tempatku dan tempatmu. Di langit Cibinong yang sedang hujan deras, aku meneguk lychee tea yang dingin. Ada kehampaan di sini yang aku rasakan karena tidak ada kamu yang duduk di sampingku. Dan, suara Marcell, tidak menjadi penenang bagiku. Lagu Firasat mengalun di telinga, menjalar ke hatiku, kemudian membuat dadaku sesak.

Aku ingat saat pertama kali bertemu denganmu di sini, setelah puluhan kali kamu memintaku bertemu, dan aku terus menolaknya. Hari itu, kutemukan dirimu yang sedang merokok di dekat meja kasir. Aku menghampirimu dan menyalami tanganmu. Saat itu, mata kita bertemu, dan bolehkah aku mengaku, hari itu-- aku sudah jatuh cinta padamu. Kita berbicara seakan tidak akan pernah kehabisan bahan celotehan. Aku langsung jatuh cinta pada caramu tersenyum, pada suara tawamu, pada caramu memanggil namaku, pada asap rokokmu yang membumbung di udara, dan pada caramu menatapku.

Setelah hari itu, kamu menjelma menjadi pria yang pesannya selalu aku tunggu. Aku menunggu kesibukanmu usai agar malam hari kita bisa berkomunikasi, agar bisa kudengar suaramu dari ujung telepon, dan agar rasa rindu yang penuh di dadaku bisa sedikit mengecil atau mereda. Tapi, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak merindukanmu. Rasa itu semakin membungkamku ketika aku harus mengisi workshop penulisan novel di Bangkalan, Madura. Kamu terus memantauku di tengah kesibukanmu. Kamu mengirimku sebuah nyanyian melalui voice note. Meskipun saat itu berada sangat jauh denganmu, namun kurasakan napas dan dirimu selalu mengikutiku.

Sepulang dari Bangkalan, Madura, kita memutuskan untuk kembali bertemu pada pertemuan kedua. Aku membawa rasa rindu yang menggebu di dadaku, tetapi kamu ternyata membawa kabar buruk untukku. Di tengah rangkul pelukmu yang hangat, kamu akhirnya mengaku bahwa kamu sangat mencintaiku. Dengan anggukan bahagia, aku menatapmu terharu, kamu mengecup keningku. Kebahagiaanku merangkak naik menuju level tertinggi. Beberapa detik kemudian, kamu mulai menceritakan kisah hidupmu, hingga pada kisah bahwa sebenarnya kamu telah memiliki kekasih terlebih dahulu sebelum mengenalku. Tahukah kamu apa yang kurasakan saat itu? Rasanya aku ingin meledak, melepas pelukmu, dan aku merasa marah pada diriku sendiri.

Selama kedekatan kita, kamu memang tidak memberi status hubungan apapun. Aku pun tidak memaksakan agar kita segera memiliki status, tapi mengapa aku marah ketika tahu kamu sudah bersama yang lain? Aku menatap matamu dengan mataku yang berair. Kamu menangkap kesedihan itu dan segera memelukku dengan erat. Namun, mengapa aku tidak bisa melepaskan pelukmu yang erat itu? Peluk yang bukan hakku, peluk yang bukan milikku. Dalam pelukmu, aku menangis sejadi-jadinya. Rasanya sangat tidak adil, aku sedang berada di puncak sangat mencintaimu, dan kenyataan yang kaubicarakan itu benar-benar telah menghancurkan mimpi-mimpi megah yang telah aku bangun.

Aku sudah membayangkan suatu hari akan mengenalkanmu pada ibuku. Aku sudah berharap bisa membawamu serta ke dalam workshop-workshop menulis novel di sekitar Jakarta. Aku sudah membayangkan bahagianya bisa berada dalam status hubungan yang spesial bersamamu. Aku membayangkan setiap hari berpeluk denganmu di tengah kesibukan kita berdua. Kamu sudah membuatku terbiasa dengan pelukmu, dengan hangatnya kecupmu, dengan rasa humoris yang selalu kautunjukan padaku, dengan keliaran menyenangkan yang hanya kita ketahui berdua, dengan segala hal bodoh yang membuat aku bisa menjadi diriku sendiri ketika bersamamu, namun mengapa kaujustru pergi ketika kamu telah membuatku sangat terbiasa pada kebahagiaan akan hadirmu?

Hingga hari ini, aku masih merasa semua tidak adil. Kamu bilang kamu sangat mencintaiku, tapi semalam kamu menginginkan hubungan kita segera berakhir. Dengan alasan kamu tidak ingin membohongiku dan menyakitiku terlalu jauh. Tapi, sebagai yang bukan siapa-siapa, memang aku tidak berhak melarang apa-apa. Bagaimana mungkin aku begitu mudah terjebak pada segala perlakuan manismu, ketika aku pada akhirnya tahu-- kamu sudah lebih dulu memiliki kekasih yang lain. 

Andai kautahu, aku masih mencintaimu sedalam ketika kita pertama kali bertemu. Aku masih mencintaimu, sekuat ketika pertama kali kamu mengecup keningku. Aku masih mencintaimu, semagis ketika pertama kali kausebutkan namamu. Aku masih mencintaimu, seperti pertama kali pelukmu benar-benar menghangatkanku. Aku masih mencintaimu, bahkan ketika kamu memilih pergi dari hidupku dengan alasan yang tidak aku pahami sama sekali, dengan alasan klise yang sulit kuterima dengan logika.

Aku merasa sangat kehilangan, meskipun mungkin kamu tidak merasakan apa-apa. Aku merasa takut kehilangan, meskipun kamu bukan milikku. Aku merasa kehilangan, kehilangan harapan yang telah susah payah kubangun untukmu. 

Kembalilah padaku ketika kamu bosan dengan kekasihmu. Aku akan tetap sebodoh itu, mencintaimu tanpa mengemis status dan kejelasan hubungan kita. Kembalilah padaku, jika dia tidak bisa memberikan kebahagiaan dan peluk yang cukup hangat untukmu. Aku akan tetap jadi gadis yang bodoh, yang merindukanmu dalam diam dan kesunyian. Kembalilah padaku, jika kekasihmu tidak bisa menjaga perasaanmu. Karena aku akan tetap di sini, tetap menunggumu di belakang sini, tetap menjadi Dwita yang tolol-- yang menunggu kamu pulang.


Untukmu,
yang tidak akan pernah tahu,
dan tidak akan mau tahu,
siapa yang paling tersiksa,
dalam hubungan ini.

Aku sudah cukup bahagia menatapmu dari sini

Aku benci mengingat bagaimana caramu tersenyum. Aku benci menyadari bahwa senyum itulah yang selalu berhasil membuatku jatuh cinta dan terpana. Aku benci mengingat setiap lekuk wajahmu, bagaimana mata sipitmu, rahang bulatmu, dan bibirmu yang semakin menghitam karena rokok itu entah mengapa telah menjadi pemandangan favoritku. Aku benci menerima kenyataan bahwa hari ini, aku tidak lagi punya kesempatan untuk memandangimu.

Setelah aku memintamu pergi, tentu ada yang berbeda di sini. Kamu tidak tahu hari-hari penuh ketakutan yang aku lewati tanpa membaca pesan darimu. Kamu tidak mengerti hari-hari yang kurasa semakin sepi karena tidak lagi mendengar suaramu di ujung telepon. Kamu tidak paham betapa aku merindukan caramu memelukku, caramu merangkulku, caramu menenangkan bahwa dunia tidak akan meledak, dan aku percaya begitu saja pada kata-katamu seakan kamu telah membaca semua pertanda dalam hidupku.

Aku percaya begitu saja, saat kamu bilang cinta, dan mengajakku untuk menjadi yang kedua. Aku percaya begitu saja, ketika kamu membisikan cinta di telingaku, di hujan yang menderas sore itu, sambil memelukku dan meyakinkan diriku bahwa aku tidak akan pernah kehilangan kamu. Aku menerima begitu saja, ketika kamu mengutamakan kekasihmu, kemudian menomorduakan aku. Aku menurut begitu saja, ketika kamu menyembunyikan aku dari sorotan mata dunia, ketika kamu menyembunyikan aku dari sahabat-sahabatmu, pun saat pertemuan kita harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Aku percaya begitu saja, padamu, aku terlalu percaya padamu, terlalu jatuh cinta padamu-- dan di situlah masalahnya.

Aku percaya kamu akan membahagiakanku, dengan segala macam ketulusan, yang di mataku, pada awalnya adalah cinta. Aku percaya sepenuh hati, bahwa sebenarnya kamu hanya mencintaiku, namun kamu tidak mungkin meninggalkan kekasihmu karena hubungamu dengannya sudah lebih dulu adalah sebelum hubunganku denganmu. Aku percaya, semua rasa mengalah yang aku berikan, semua air mata yang terjatuh saat aku memelukmu dengan perasaan rindu itu, akan segera berganti menjadi kedamaian seutuhnya. Aku tidak tahu, mengapa aku percaya begitu saja, dalam dirimu, kulihat sosok yang sama dengan diriku, hanya saja kamu laki-laki dan aku perempuan. Aku jatuh cinta padamu karena aku merasa sedang mencintai diriku sendiri. Aku percaya padamu dan telah menjadikanmu separuh dari diriku, setelah memutuskan untuk meninggalkanmu, aku benar; memang pada akhirnya aku kehilangan setengah dari diriku. Aku kini menjalani hari, sebagai aku yang tidak utuh.

Sehari setelah memintamu pergi, masih kurasa ketidakyakinanku untuk meninggalkanmu. Hal itu pun masih terjadi, ketika seminggu kamu tidak lagi menghubungiku, ketika semua tentangmu telah kuhapus dari memori ponselku. Seringkali, terbesit dari pikiranku untuk memintamu kembali, tetapi aku pada akhirnya sadar diri, aku tidak bisa selalu berada di antara dua hati. Aku akan jadi pendosa paling bodoh jika menginginkan kamu mengakhiri hubunganmu dengan kekasihmu, demi memulai hidup baru bersamaku. Aku tidak sekuat itu dan aku tidak ingin sejahat itu.

Kamu ingat? Malam hari, pukul dua belas malam, ketika kita bertengkar hebat kala itu, kamu mengutarakan rasa kecewamu karena kamu merasa aku telah melanggar peraturan. Kamu merasa aku mulai berbahaya untukmu dan untuk hubunganmu dengan kekasihmu. Kamu bilang bahwa kamu tidak suka ketika kisah kita kutuangkan dalam semua tulisan di-blog-ku. Kamu marah ketika aku sepolos itu menceritakan rasa sakit hatiku dalam seluruh tulisan di sosial mediaku. Kamu memintaku menghentikan semua dan kita berjalan dengan alur serta peraturan yang kamu buat sendiri.

Kamu tahu, malam itu, aku membaca pesanmu dengan perasaan hancur. Hari itu, aku menyadari bahwa sebenarnya kamu tidak membutuhkanku lebih dari sekadar teman yang mengisi kekosonganmu. Malam itu, ketika kamu memintaku tidak lagi menulis tentangmu, aku menyadari bahwa cerita kita tidak akan tamat dengan akhir bahagia. Dan, kubalas pesanmu, dengan kejujuran yang aku simpan sendiri. Kujawab mengapa aku hanya berani menuangkan kesedihanku dalam semua tulisanku, karena aku tidak mungkin menceritakan sosokmu pada siapapun, karena aku tidak mungkin menceritakan betapa bahagianya mencintaimu pada sahabat-sahabatku. Mereka yang tahu, pasti menyuruhku untuk segera melepasmu pergi, sedangkan di titik itu, aku sedang dalam keadaan sangat mencintaimu.

Menulis tentangmu adalah caraku untuk menyembunyikanmu, sebenarnya. Hal itulah yang tidak kamu mengerti. Kamu terlalu takut kehilangan kekasihmu, hingga melarangku untuk melakukan segalanya yang kaurasa bisa membahayakan hubunganmu dengan kekasihmu. Kamu terlalu takut ditinggalkan kekasihmu, karena menurut pengamatanmu, kekasihmu telah mengendus apa saja yang telah terjadi dalam hubungan kita. Kamu terlalu percaya diri, bahwa anggapan aku mulai berbahaya buatmu adalah anggapan yang benar. Kamu terlalu takut kehilangan kekasihmu, tapi kamu tidak pernah terlalu takut untuk kehilangan aku.

Karena bagimu, untuk mendapatkan perempuan sepertiku, bisa kamu lakukan dengan jentikan jari. Karena bagimu, untuk mendapatkan teman senang-senang, yang bisa kaupeluk dan kaurangkul, bukanlah hal yang sulit dilakukan. Sayangnya, aku terlalu bodoh menyadari di awal. Aku tidak bisa sejahat untuk menganggapmu hanya sekadar teman senang-senang. Aku tidak bisa untuk tidak melibatkan perasaan dalam hubungan kita. Apalagi di dukung oleh caramu yang serius menatapku, caramu berkata cinta padaku, caramu memelukku dengan pelukan tidak ingin kehilangan.

Aku tidak bisa menjadi jahat ketika aku jatuh cinta padamu, meskipun dari awal kamu telah begitu jahat untuk menjadikanku, bahkan memintaku jadi yang kedua. Namun, sebenarnya, saat aku mengiyakan ingin dijadikan yang kedua, hari itu juga sebenarnya aku sudah menjadi setan jahat, yang cepat atau lambat akan menyakiti kekasihmu. Hari itu, aku berpikir, sah-sah saja menjadi yang kedua, karena kekasihmu tidak bisa menyediakan waktunya bahkan hanya untuk mengingatkanmu agar tidak telat makan.

Rasa takut untuk terus menjadi jahat telah membayang-bayangiku. Aku bahkan ingin sepenuhnya memilikimu, aku bahkan tidak ingin pelukmu kauberikan untuk wanita lain, aku bahkan ingin meraup habis seluruh waktumu agar aku bisa menjadi duniamu. Aku menyerah menjadi orang jahat, karena berjalan dalam ketakutan akan kehilanganmu setiap saat bukanlah hari-hari yang menyenangkan untuk dijalani.

Aku memilih mengakhiri, melepaskanmu pergi, dan hidup dengan rasa sakit hatiku sendiri. Malam hari, ketika aku memintamu pergi, kamu berkata bahwa tidak hanya aku yang terluka, tetapi kamupun merasakan luka yang sama. Aku yakin, itu hanyalah kalimat penghiburan semata, karena kamupun juga kaget ketika tahu ternyata aku punya kekuatan sebesar itu untuk meninggalkanmu. Kamu tentu begitu percaya diri bahwa aku tidak akan memintamu pergi dan bertahan menjadi yang kedua. Tapi, wahai Sayangku-yang-aku-cintai-karena-kelemahanmu-itu, aku ingin memberitahu padamu, rasa memiliki dirimu kian hari kian besar, rasa ingin menghancurkan hubunganmu dan kekasihmu semakin tergambar jelas di otakku, iblis dalam diriku kian menguat dan bertumbuh. Kita mengawali semua dengan buruk, dan inilah saatnya aku mengakhiri semua dengan baik.

Melepaskanmu pergi adalah keputusan yang kupilih. Kamu berkata tidak hanya aku yang terluka, tapi kamupun juga terluka. Namun, nyatanya, perkataanmu tidak terbukti sama sekali. Kamu tetap bahagia dengan kekasihmu dan bisa menganggap aku tidak pernah ada dalam hidupmu. Tapi, aku berjalan sendirian, meninggalkan kamu yang di belakang, dan kembali menata hatiku yang telah kauhancurkan. Jadi, aku tidak perlu berpanjang lebar, siapa yang sebenarnya paling sakit di sini.

Aku tidak ingin menjadi jahat lagi. Karena aku cukup bahagia menjadi aku yang sekarang. Aku sudah cukup bahagia, melihatmu tetap bahagia bersama kekasihmu, dan tidak lagi membutuhkan pelukku. Aku sudah cukup bahagia hanya dengan menatapmu dari jauh. Aku sudah cukup bahagia merawat luka dengan tanganku sendiri.

Aku percaya, Tuhan akan menyembuhkanku. Aku percaya, waktu akan memperbaiki semua. Kamu tentu penasaran mengapa dulu aku bersedia dijadikan yang kedua. Alasan terkuat yang membuatku ingin menjadi kekasihmu adalah karena aku ingin mengenalkan betapa Tuhan menyediakan keajaiban lebih dari apa yang bisa kamu miliki hari ini. Aku terheran-heran saat kamu telah menjalani hubungan bertahun-tahun dengan kekasihmu dan dia tidak mengenalkan agama padamu. Aku terheran saat aku mengajakmu berdoa, saat itu kamu malah menyemburkan seluruh asap rokokmu ke wajahku, dan mengejekku ketika aku selesai berdoa.

Alasan terkuat untuk bersamamu adalah aku ingin mengajakmu pulang, tapi aku tidak bisa memaksa orang yang sudah terlalu jauh pergi untuk kembali ke ke rumah yang harusnya dia tempati. Jika bagimu kekasihmu adalah jalan pulang yang tepat, silakan lakukan dan jalani sebisamu, sebelum pada akhirnya kamu menyadari-- aku adalah jalan pulang yang harusnya sejak dulu kamu ikuti.

Nikmati rumahmu hari ini, sebelum pada akhirnya kamu menyesal dan menyadari, bahwa hanya aku rumahmu untuk kembali.

Bolehkah aku berhenti memperjuangkanmu?

Tidak ada yang menyenangkan berjalan dalam bayang-bayang, namun bayang-bayangmu memberiku banyak arti, dan selalu berhasil membuatku memutuskan untuk berjalan lagi. Aku begitu tahu, mencintaimu adalah sebuah kesalahan, tetapi berkali-kali kamu meyakinkan, bahwa bukan aku penyebab dari segala kehancuran. Lalu, kamu memintaku kembali dalam hidupmu, dengan label sahabat. Haruskah aku bilang, bahwa semua sikapmu membuat aku sedikit muak? Kita pernah di tahap lebih dari sahabat, lalu kaumemintaku meneruskan hubungan denganmu sebagai sahabat biasa.

Aku menggelengkan kepala dan sibuk menahan air mata. Karena semua yang kulihat selalu membuatku ingat. Kamu membekas dalam otakku dan aku juga makin tak mengerti cara untuk mengusirmu dari hatiku. Kulewati jalan-jalan panjang yang kita lewati berdua. Dan, yang muncul di kepalaku, hanyalah wajahmu yang tersenyum, yang aku lihat di spion sepeda motormu. Betapa kebahagiaam bagiku begitu sederhana, memelukmu erat di atas sepeda motormu, dan mendengarmu bercerita tentang apapun. 

Kamu ingat? Kamu bercerita mengenai apartemen yang akan dibangun di sekitar rumahmu, masterplan yang kautolak karena daerah itu tidak bagus untuk dijadikan apartemen. Aku melihatmu dari kaca spion, memelukmu erat seakan tak ada lagi hari esok, dan kamu terus merancau dengan nada sebal. Aku jatuh cinta pada caramu mengungkapkan pendapatmu, aku jatuh cinta pada caramu menatapku dengan tatapan tidak biasa, dan aku jatuh cinta setiap kali kamu tersenyum ke arahku-- sementara aku tidak mampu menyembunyikan betapa rasa cinta di dadaku kian hari kian membesar.

Perasaan ini semakin sulit untuk dipertanggungjawabkan, terutama ketika kamu sering menghilang karena berbagai alasan. Dan, aku hanya mampu menunggu dengan sabar, menatap ponsel dengan penuh harap, berharap kamu menghubungiku untuk mengajakku bertemu. Tapi, kamu tidak pernah ada, kamu tidak pernah hadir dalam hari-hari saat aku membutuhkanmu. Aku mengerti, tidak bisa aku menuntutmu segalanya, karena perempuan yang kausembunyikan ini tidak berhak untuk mengatur dan meminta apapun darimu. Namun, salahkah jika aku ingin, suatu hari nanti, aku punya hak, punya otoritas, untuk terus bersamamu? Mungkin ini gila, tapi tidak bertemu denganmu, kemudian hanya bisa memendam rindu yang membesar bisa juga membuatku merasa gila.

Sungguh, aku tidak memintamu lebih dari waktu yang bisa kamu berikan untukku. Karena aku juga paham, waktumu sudah cukup tersita dengan pekerjaan juga dengan gadis pilihanmu. Sebagai yang bukan pilihan, aku hanya mampu menatapmu dengan sabar, hingga waktu yang tepat datang, agar aku bisa memelukmu walau sesaat. Semua waktu kita, walaupun singkat, adalah waktu yang sangat berharga bagiku. Kamu tidak tahu luka yang ada saat aku memelukmu dengan erat, pelukan yang mungkin terasa begitu berlebihan. Kamu tidak tahu, rasa sakit hati yang ada, saat kita berpelukan namun kamu sibuk bercerita tentang kekasihmu. Kamu tidak tahu, saat pertama kali kamu bilang sudah punya kekasih, dan saat itu juga aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukmu, bisakah kamu tebak apa yang ada dalam benakku? Aku merasa kamu adalah the one, sementara kamu hanya menganggapku selingkuhan.

Saat aku menangis, kamu berusaha menenangkanku, dan ada kebingungan yang nampak jelas di wajahmu. Kamu memintaku untuk berhenti menangis, namun air mataku sulit diajak kompromi. Air mataku jauh lebih memahami apa yang terjadi di dalam hatiku, sementara kamu tidak pernah paham apa yang sebenarkan aku rasakan. Pelukmu, kala itu, lebih menyakitkan daripada perpisahan apapun. Yang paling menyakitkan bagiku adalah saat kamu mengaku sangat mencintaiku, tetapi kamu tidak mungkin meninggalkan kekasihmu. Jika memang kamu sudah berdua, mengapa kamu memelukku, mengecupku, menahanku pergi seakan hanya akulah satu-satunya yang kamu miliki?

Luka itu semakin meluas, saat aku berusaha melupakanmu, namun kamu pada akhirnya selalu punya tempat di hatiku. Kamu selalu ada di tempat yang secara sukarela aku sediakan, dan aku berikan hatiku yang utuh untuk kamu patahkan berkali-kali. Semakin aku jatuh cinta padamu, semakin aku menyadari bahwa kamu tidak akan mungkin aku miliki. Bahkan, aku tidak tahu, status kita ini bisa dinamakan apa. Kamu punya kekasih, tetapi kamu sangat mencintaiku dan tidak ingin meninggalkanku, lebih anehnya lagi-- kamu tidak ingin aku pergi dari hidupmu.

Bisakah kaumembayangkan rasanya jadi aku? Yang harus terus mengalah, yang harus terus menyembunyikan air mata, yang harus bersedia disakiti berkali-kali, yang harus menutup mulutnya agar tidak mengeluh, yang kelak akan dibenci temanmu, dan segala rasa sakit yang aku rasakan-- hanya demi memperjuangkan dan mempertahankanmu? Terlalu banyak ketidakadilan yang kurasakan. Terlalu banyak kesesakan dan rasa bersalah yang menghantuiku. Aku sangat mencintaimu, sungguh, dan mengetahui tubuhmu tidak hanya dipeluk olehku adalah patah hati terbesar yang sulit dijelaskan kata-kata.

Kaumemintaku untuk menyembunyikan segalanya. Kamu ingin aku tidak terlihat seperti jatuh cinta padamu. Kamu mengaturku sesuai yang kamu mau. Hanya karena kamu tahu aku sangat mencintaimu, lalu kamu menginjak-injak perasaanku seakan mengerti bahwa aku tidak mampu melawan. Ingin rasanya aku menatapmu, dengan sisa-sisa air mata yang masih aku miliki, memberitahu seberapa dalam luka yang aku rasakan, agar kamu mulai berhenti menyakitiku.

Sayang, kamu tentu tidak akan mengerti seberapa dalam luka hati yang aku rasakan. Setiap pelukanmu, setiap kecupmu, setiap kata dari bibirmu, setiap ucapan cinta darimu, selalu berhasil membuatku memaafkanmu. Kamulah iblis yang terlihat malaikat di mataku. Kamulah penjahat yang aku bela mati-matian. Kamulah tersangka yang rela aku sembunyikan. Hingga pada akhirnya mungkin kekasihmu akan tahu dan menuduhku pecundang. Padahal, kamu tahu betul, siapa yang paling hiperaktif dalam perkenalan kita. Bukan aku. Bukan kamu. Tapi, takdir yang menggariskan kita untuk bertemu dan saling memandang. Apakah cinta tetap benar, jika dia datang di waktu yang tidak tepat?

Koko, kamu tahu seberapa besar perasaan yang aku miliki, kamu juga tahu siapa yang paling mencintaimu di sini. Lalu, jika kautahu cintaku lebih besar daripada cinta kekasihmu padamu, mengapa tetap harus aku yang mengalah? Jika kaumengerti perjuanganku untuk mempertahankanmu jauh lebih besar daripada perjuangan kekasihmu mempertahanmu, mengapa harus aku lagi yang kausembunyikan dari sorotan mata dunia? 

Yang membuat aku sedih bukan karena aku tidak memelukmu berhari-hari, namun yang membuatku sedih adalah mengapa aku tidak pernah diberi kesempatan untuk memperjuangkanmu lebih jauh lagi? Yang membuatku terluka bukan karena kamu lebih dulu punya kekasih, namun yang membuatku semakin terluka adalah kamu tidak pernah mengaku pada siapapun bahwa aku hadir dalam hidupmu. Aku tidak pernah bersedih terlalu banyak jika kita tak bertemu. Aku juga tidak marah jika harus kehilangan kamu terus. Namun, sadarkah kamu, ada perempuan yang selalu mengalah di sini, hanya untuk si tolol yang begitu dia cintai?

Beri aku kesempatan untuk berpindah, jika kamu tidak megharapkan aku dalam hidupmu. Jangan meminta aku tetap tinggal, jika pada akhirnya justru kamu yang meninggalkanku.



sumber: http://dwitasarii.blogspot.co.id/

[BEDAH JURUSAN] Psikologi👬


💭Apa itu Psikologi?
Psikologi adalah jurusan mengenai penelitian ilmiah tentang perilaku mental. Gak cuma ngejelasin apa yang kita lakuin dan gimana kita berperilaku, tapi juga meneliti alur pemikiran dan alasan dibalik tindakan kita.

💭Apa sih yang dipelajari?
Di jurusan psikologi kamu bakal banyak mempelajari kehidupan kejiwaan manusia kayak perasaan, sikap, pikiran, dan proses kejiwaan lainnya. Gak cuma nyari tau masalah-masalah kejiwaan manusia, kamu juga bakal diajarin giamana caranya nyari solusi dari masalah-masalah psikologi tersebut. Kamu juga akan belajar tentang fisiologi manusia kayak anatomi, geneitka, dan ilmu faal. Selain itu, di psikologi juga diajarkan ilmu-ilmu sosial macem antropologi, sosiologi, filsafat, sampe kriminologi.
Beberapa universitas masukin jurusan Psikologi ke rumpun IPS, tapi ada juga yang IPA. Bedanya, psikologi IPS menekankan ke aspek sosial dan humanistik, kalo IPA, lebih ke medik & sains. Tapi lulusannya akan sama-sama bergelar S.Psi.

💭Prospek Kerja
Kamu juga bisa melamar untuk berbagai posisi di perusahaan, umumnya sebagai HRD (bagian SDM). selain itu jg bisa sebagai asisten psikolog trainer, peneliti, humas, guru bk, konselor, pemasaran, dll.
Tapi kalo kamu mau jadi psikolog, kamu harus ngelanjutin ke S2 Magister Psikolog. Dan kalo udah lulus Psikolog dan mau buka praktek, kamu harus punya SRIP (Surat Rekomendasi Ijin Praktek) dulu, harus tes khusus dan punya NPWP.

💭Tempat Kuliah
- IPA
Unpad, Unand, UNS, dll
- IPS
UGM, UI, Unair, Trisakti, Unpar, dll
Selengkapnya bisa kamu cek di http://ban-pt.kemdiknas.go.id/direktori.php dan untuk keterangannya masuk IPA/IPS bisa kamu lihat di web masing-masing universitas.

Siapa aja nih yang mau lanjut ke Psikologi?
Like dan share ya jangan lupa, supaya bermanfaat buat temen-temen lain juga.

Sumber: UNSMA

Pendaftaran Beasiswa Chevening

Pendaftaran Beasiswa Chevening Sudah Dibuka, Simak Syaratnya!

Pendaftaran beasiswa Chevening resmi dibuka secara online di Indonesia sampai Selasa, 8 November 2016 nanti. Jika Anda berniat melanjutkan kuliah S-2 di Inggris lewat jalur beasiswa, Chevening bisa jadi salah satu pilihan.

Beasiswa dari Pemerintah Inggris ini menawarkan biaya kuliah hingga 18.000 poundsterling atau setara Rp 300 juta dalam kurs terkini.

Biaya hidup, pengajuan visa, tiket pesawat, biaya tesis, uang saku saat tiba di Inggris, sampai dana perjalanan untuk menghadiri acara Chevening di Inggris ditanggung beasiswa.

Tertarik? Catat dulu persyaratannya:

Pelamar merupakan warga negara Indonesia yang telah mengantongi ijazah S-1. Selain itu, pelamar diharuskan memiliki pengalaman kerja minimal dua tahun.

Bukan hanya pekerjaan "bergaji", magang atau menjadi sukarelawan juga diakui sebagai pengalaman kerja. Periode dua tahun bekerja tidak dihitung dari satu jenis pekerjaan pula. Yang dihitung adalah jumlah jam kerja. Dua tahun setara dengan 2.800 jam bekerja.

Sebagai gambaran, kerja full-time rata-rata memakan waktu delapan jam sehari. Jika Anda bekerja selama lima hari, dalam seminggu berarti Anda sudah bekerja selama 40 jam. Sebulan menjadi 160 jam, setahun bertambah jadi 1.920 jam.

Jumlah ini bisa ditambah jika Anda melakukan pekerjaan sampingan atau menjadi sukarelawan. Setiap Sabtu dan Minggu, misalnya, Anda mengajar baca-tulis untuk anak-anak selama masing-masing lima jam. Dalam satu bulan Anda sudah mengumpulkan 40 jam kerja. Setahun menjadi 480 jam.

Magang ketika masih duduk di bangku kuliah juga bisa dimasukkan. Anggaplah Anda pernah magang selama tiga bulan dengan jam kerja full-time. Berarti, jumlah jam kerja sudah bertambah sekitar 480 jam.

Dari jam kerja di atas, jika ditotalkan dalam satu tahun berarti Anda sudah mencapai 2.880 jam kerja. Jumlah ini sudah masuk kriteria minimal untuk melamar beasiswa. Jadi, syarat pengalaman kerja tak mengharuskan Anda bekerja kantoran selama dua tahun.

Selain pengalaman kerja, Anda masih harus mencari surat referensi dari orang yang benar-benar mengerti kompetensi Anda. Isi surat harus mampu meyakinkan panitia seleksi bahwa Anda memenuhi kriteria penerima Chevening.

Beasiswa ini pun terbuka untuk semua program studi. Meski demikian, bidang yang berkaitan dengan perubahan iklim, ekonomi, kebutuhan energi, finansial, kebijakan asing, pemerintahan, sektor publik, sains, dan teknologi lebih diutamakan.

Yang penting, Anda sudah mencantumkan tiga program S-2 di perguruan tinggi Inggris saat mendaftar beasiswa. Maksimal tanggal 13 Juli 2017, Anda sudah harus memiliki Letter of Acceptance (Loa) dari salah satu program tersebut.

Bukti kemampuan bahasa Inggris belum perlu dikhawatirkan saat mendaftar online. Sama seperti LoA, Anda bisa melengkapi berkas ini maksimal tanggal 13 Juli 2017. Perlu diperhatikan, Chevening hanya menerima hasil tes Academic IELTS, Pearson PTE Academic, TOEFL iBT, Cambridge English: Advanced (CEA), atau Trinity ISE II (B2).

Bukan hanya nilai akhir yang jadi pertimbangan. Tiap sub-tes pada masing-masing jenis tes di atas memiliki minimum skor. Contoh, total skor Academic IELTS adalah 6,5. Namun masing-masing subtes wajib mencapai nilai paling kecil 5,5.

Semua dokumen kemudian dapat diunggah secara online dalam format PDF dengan ukuran tak lebih dari 5 megabyte. Kandidat yang lolos seleksi online kemudian akan mengikuti seleksi wawancara sekitar bulan Maret sampai Mei 2017. Pengumuman akan dilakukan awal Juni 2017. Semoga berhasil!
Pendaftaran beasiswa Chevening bisa dibuka di laman berikut ini:
https://chevening.tal.net/vx/appcentre-1/brand-0/candidate/so/pm/1/pl/1/opp/846-Indonesia-Chevening-Scholarships/en-GB

[kompas|info3sma]

Chocolate hazelnut ice cream cheesecake recipe

Ingredients

  • 200g honey nut cornflakes
  • 2 x 400g jars chocolate hazelnut spread
  • 2 x 180g tubs full-fat cream cheese
  • 1 tbsp roasted and chopped hazelnuts

    Method

    1. Put the cornflakes and half a jar of chocolate hazelnut spread in a bowl and beat to combine – don’t worry about breaking up the cornflakes. Press the mix into the base of a 23cm springform tin.
    2. In a separate bowl, beat the cream cheese until smooth, then fold in the remaining chocolate hazelnut spread. Smooth onto the cornflake base, wrap tightly in cling film and freeze overnight.
    3. Remove from the freezer 30 mins before serving, or until you can cut it easily with a sharp knife. Serve in slices with hazelnuts sprinkled over. Will keep in the freezer for up to 1 month.

Step to become heartless peson

  1. Don't think about other people. Stop taking their feelings and desires into account when you make decisions. This is not to say you should become self-centered; it's okay to still consider them in a sort of clinical way, but you have to make sure you don't cross the line past acquaintanceship. It will take some practice, but ultimately your heartless agenda will be better served by this mindset.
    • Don't spend money on anyone, for anything. This includes birthdays and holidays.
    • Don't mix love and money. This includes for children.
    Ad
  2. Become Heartless Step 02
    2
    Act like you're a tourist in a foreign country. Be polite (but not necessarily friendly) to everyone and speak only when you must. Volunteering extra information is a sign of weakness and can invite unwanted conversation.
  3. Become Heartless Step 03
    3
    Play hard to get. Make sure you are never the pursuer and always the pursued in terms of any relationship, romantic or not. If you want to forge new relationships (to benefit you in non-emotional ways) while remaining as heartless as possible, conduct yourself in a civil but not overly affectionate manner, so the person you are targeting understands your intentions.
  4. Become Heartless Step 04
    4
    Make no your standard word. When someone asks for help, say no. When they want you to do something useful, say no. Espouse the value of no to all who will listen.
  5. Become Heartless Step 05

    5
    Be straightforward. This applies to the above statement about relationships as well as to daily life. If you no longer want to associate with someone, tell them. If you need something from someone, don't beat around the bush trying to flatter them. Just come right out and say it!
  6. Become Heartless Step 06
    6
    Constantly monitor yourself. It's easy to slip back into the habit of being sweet and sympathetic rather than blunt and detached, especially if you're not instinctively a cold person. But with diligence and minimal personal interaction, your heartlessness will soon become as natural as breathing.